Deteksi Kecerdasan Anak dengan MIR
KOMPAS.com - Jangan panik saat mendapati anak lebih
suka "ngelayap" daripada belajar. Bisa jadi kegemarannya "ngelayap" itu
adalah suatu bentuk upaya pemenuhan rasa ingin tahunya. Dengan MIR
(multiple intelegensia research), akan diketahui sejak dini
kecenderungan kecerdasan anak.
Yulifia Kurnia Putri, SPsi, ketua Learning Support Unit di SD Juara Semarang menuturkan, pendidikan di Indonesia saat ini masih gemar mengkonversi kecerdasan dengan angka. Itupun yang diakui hanya sebatas hapalan saja.
"Belum banyak yang berorientasi pada karya. Sehingga sekolah tidak mengajari problem solving bagi lingkungannya. Sekolah seakan menjadi menara gading yang terpisah dari masyarakatnya," kata Yulifia, di sela-sela parenting School SD Juara, Jumat (8/7/2011).
Meskipun merupakan sekolah swasta dan gratis, SD Juara Semarang menerapkan MIR untuk mendeteksi kecerdasan anak sejak dini.
"Sangat mungkin siswa kami yang suka ngelayap itu memang memiliki jiwa petualang. Bisa saja kalau dikembangkan dan difasilitasi serta dipandu, mereka akan menjadi seperti Panji, Gadis, atau Belda yang menjadi presenter acara petualangan di tv, atau jadi jurnalis. Bukankah ilmuwan tak harus berkutat di balik meja saja?" Kata Yusifia.
Di Indonesia, masih sangat sedikit sekolah yang memanfaatkan MIR sebagai detektor kecerdasan anak, karena perangkat yang dibutuhkan memang masih mahal. MIR sendiri dilakukan dengan riset berupa wawancara dan melaksanakan tugas.
Dari hasil itu, akan dianalisa konsistensi jawaban anak dan hasil kerja melaksanakan tugas. Kalau hanya mengandalkan wawancara, saja mungkin jawaban anak akan terpengaruh kondisi teman atau keluarganya. Namun dengan melaksanakan tugas, lebih terlihat kemampuan bakat dan minat si anak.
Sementara itu, Kepala SD Juara Semarang Joko Kristiyanto menyebutkan bahwa untuk tahun ini pihaknya menerima siswa baru 25 orang. Selain dibebaskan dari semua beaya, siswa juga mendapatkan alat-alat tulis, seragam, perlengkapan sekolah.
"Meskipun gratis, kami tetap mengutamakan kualitas. Jadi kami berharap dukungan dari orang tua murid agar proses pembelajaran di sekolah, sinkron dengan pembelajaran di rumah," kata Joko.
SD Juara Semarang, merupakan proyek filantrophis dari Rumah Zakat Indonesia cabang Semarang. Ini merupakan sekolah inklusif yang diperuntukkan secara gratis bagi masyarakat. Saat ini SD Juara tercatat memiliki sekitar 84 siswa dari kelas 1 sampai kelas 4.
"Ada murid yang mengalami disklesia, kecenderungan autis juga. Dan nyatanya kami mampu menjawab tantangan tersebut. Alhamdulillah perkembangan siswanya bisa menyamai siswa yang normal," kata Arif, branch manajer Rumah Zakat Indonesia Semarang.
sumber : http://health.kompas.com/read/2011/07/09/0842577/Deteksi.Kecerdasan.Dengan.MIR
Yulifia Kurnia Putri, SPsi, ketua Learning Support Unit di SD Juara Semarang menuturkan, pendidikan di Indonesia saat ini masih gemar mengkonversi kecerdasan dengan angka. Itupun yang diakui hanya sebatas hapalan saja.
"Belum banyak yang berorientasi pada karya. Sehingga sekolah tidak mengajari problem solving bagi lingkungannya. Sekolah seakan menjadi menara gading yang terpisah dari masyarakatnya," kata Yulifia, di sela-sela parenting School SD Juara, Jumat (8/7/2011).
Meskipun merupakan sekolah swasta dan gratis, SD Juara Semarang menerapkan MIR untuk mendeteksi kecerdasan anak sejak dini.
"Sangat mungkin siswa kami yang suka ngelayap itu memang memiliki jiwa petualang. Bisa saja kalau dikembangkan dan difasilitasi serta dipandu, mereka akan menjadi seperti Panji, Gadis, atau Belda yang menjadi presenter acara petualangan di tv, atau jadi jurnalis. Bukankah ilmuwan tak harus berkutat di balik meja saja?" Kata Yusifia.
Di Indonesia, masih sangat sedikit sekolah yang memanfaatkan MIR sebagai detektor kecerdasan anak, karena perangkat yang dibutuhkan memang masih mahal. MIR sendiri dilakukan dengan riset berupa wawancara dan melaksanakan tugas.
Dari hasil itu, akan dianalisa konsistensi jawaban anak dan hasil kerja melaksanakan tugas. Kalau hanya mengandalkan wawancara, saja mungkin jawaban anak akan terpengaruh kondisi teman atau keluarganya. Namun dengan melaksanakan tugas, lebih terlihat kemampuan bakat dan minat si anak.
Sementara itu, Kepala SD Juara Semarang Joko Kristiyanto menyebutkan bahwa untuk tahun ini pihaknya menerima siswa baru 25 orang. Selain dibebaskan dari semua beaya, siswa juga mendapatkan alat-alat tulis, seragam, perlengkapan sekolah.
"Meskipun gratis, kami tetap mengutamakan kualitas. Jadi kami berharap dukungan dari orang tua murid agar proses pembelajaran di sekolah, sinkron dengan pembelajaran di rumah," kata Joko.
SD Juara Semarang, merupakan proyek filantrophis dari Rumah Zakat Indonesia cabang Semarang. Ini merupakan sekolah inklusif yang diperuntukkan secara gratis bagi masyarakat. Saat ini SD Juara tercatat memiliki sekitar 84 siswa dari kelas 1 sampai kelas 4.
"Ada murid yang mengalami disklesia, kecenderungan autis juga. Dan nyatanya kami mampu menjawab tantangan tersebut. Alhamdulillah perkembangan siswanya bisa menyamai siswa yang normal," kata Arif, branch manajer Rumah Zakat Indonesia Semarang.
sumber : http://health.kompas.com/read/2011/07/09/0842577/Deteksi.Kecerdasan.Dengan.MIR
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda...